Halo, guys! Pernah dengar kata deregulasi? Mungkin terdengar agak teknis, tapi sebenarnya ini adalah konsep yang penting banget buat dipahami, terutama kalau kita ngomongin soal ekonomi dan bisnis. Jadi, apa sih sebenarnya deregulasi itu, dan kenapa sih kita perlu peduli sama yang namanya deregulasi? Nah, di artikel ini, kita bakal kupas tuntas semuanya, mulai dari pengertiannya yang paling dasar sampai contoh-contoh nyatanya yang mungkin udah sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Siap-siap ya, karena kita bakal menyelami dunia deregulasi yang seru ini!

    Memahami Konsep Deregulasi

    Jadi, apa itu deregulasi? Sederhananya, deregulasi itu adalah proses mengurangi atau menghapus peraturan pemerintah yang dianggap membatasi atau menghambat aktivitas ekonomi. Bayangin aja, pemerintah itu kan punya banyak banget aturan yang harus diikuti sama perusahaan, individu, atau bahkan industri tertentu. Nah, deregulasi ini kayak ngasih napas lega buat mereka, dengan cara ngilangin atau nyederhanain aturan-aturan yang ada. Tujuannya apa? Biasanya sih biar persaingan jadi lebih sehat, inovasi jadi lebih berkembang, dan pada akhirnya, ekonomi negara jadi lebih tumbuh. Ini kayak ngasih ruang lebih luas buat para pelaku usaha buat berkreasi dan bersaing secara adil, tanpa terbebani sama birokrasi yang terlalu rumit.

    Kenapa sih pemerintah perlu melakukan deregulasi? Ada beberapa alasan utama, guys. Pertama, regulasi yang terlalu banyak dan ketat bisa aja bikin biaya operasional perusahaan jadi tinggi. Coba deh pikirin, kalau setiap langkah harus ada izin ini-itu, setiap proses ada pengawasan ketat, kan butuh tenaga, waktu, dan uang ekstra buat ngurusin semuanya. Nah, dengan deregulasi, biaya-biaya ini bisa ditekan, yang pada akhirnya bisa bikin harga produk atau jasa jadi lebih terjangkau buat konsumen. Kedua, deregulasi seringkali didorong oleh keinginan untuk meningkatkan efisiensi. Peraturan yang berlebihan bisa aja bikin proses jadi lambat dan nggak efektif. Dengan menghilangkan hambatan-hambatan yang nggak perlu, perusahaan bisa bergerak lebih cepat dan lebih efisien. Ketiga, dan ini penting banget, deregulasi diharapkan bisa mendorong inovasi. Kalau aturan terlalu kaku, ide-ide baru yang mungkin bisa membawa perubahan besar bisa aja terhambat karena nggak sesuai sama peraturan yang ada. Deregulasi ini kayak membuka pintu buat ide-ide segar dan teknologi baru buat masuk dan berkembang. Terakhir, deregulasi juga bisa jadi cara buat menarik investasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Investor pasti lebih tertarik sama negara yang punya lingkungan bisnis yang lebih mudah dan terbuka, kan? Jadi, secara garis besar, deregulasi adalah kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk melonggarkan atau menghilangkan peraturan yang dianggap menghambat aktivitas ekonomi dan persaingan usaha.

    Proses deregulasi ini nggak selalu gampang, lho. Kadang-kadang, ada aja pihak yang merasa dirugikan atau khawatir dengan adanya deregulasi. Misalnya, pekerja mungkin khawatir kalau deregulasi bisa bikin perusahaan makin fokus ke efisiensi sampai ngurangin jumlah karyawan. Atau, konsumen mungkin khawatir kalau hilangnya regulasi bisa bikin kualitas produk jadi menurun atau harga jadi nggak terkontrol. Makanya, pemerintah biasanya perlu hati-hati banget dalam menerapkan deregulasi. Perlu ada kajian yang matang, analisis dampak yang mendalam, dan kadang-kadang, perlu juga ada peraturan baru yang lebih simpel tapi tetap bisa ngasih perlindungan yang memadai. Jadi, deregulasi itu bukan berarti ngasih kebebasan tanpa batas, tapi lebih ke arah menemukan keseimbangan yang tepat antara kebebasan berusaha dan perlindungan kepentingan publik. Ngerti kan, guys, sampai sini?

    Sejarah Singkat Deregulasi

    Sejarah deregulasi ini sebenarnya udah cukup panjang dan punya cerita menarik di balik perkembangannya. Konsep deregulasi dan contohnya ini mulai banyak dibicarakan dan diterapkan secara luas terutama sejak era 1970-an dan 1980-an. Pada masa itu, banyak negara maju, terutama Amerika Serikat dan Inggris, merasakan adanya dampak negatif dari regulasi yang terlalu ketat. Pemerintah di negara-negara tersebut punya peran yang sangat besar dalam mengatur berbagai sektor ekonomi, mulai dari transportasi, energi, telekomunikasi, sampai sektor keuangan. Aturan-aturan yang ada seringkali dianggap menghambat persaingan, membatasi inovasi, dan bahkan menciptakan inefisiensi.

    Di Amerika Serikat, misalnya, era ini ditandai dengan kebijakan deregulasi yang signifikan di bawah kepemimpinan Presiden Ronald Reagan. Salah satu sektor yang paling terdampak adalah industri penerbangan. Dulu, sebelum deregulasi, rute penerbangan, tarif, dan bahkan jenis pesawat yang digunakan itu diatur ketat oleh pemerintah. Nah, setelah deregulasi, maskapai penerbangan jadi punya kebebasan lebih besar untuk menentukan rute dan tarif mereka. Tujuannya? Supaya persaingan antar maskapai jadi lebih ketat, harga tiket bisa lebih murah buat konsumen, dan layanan bisa jadi lebih baik karena maskapai harus bersaing buat dapetin penumpang. Hasilnya? Kita bisa lihat sendiri sekarang, banyak banget pilihan maskapai, tarif yang bervariasi, dan industri penerbangan jadi lebih dinamis. Sektor lain yang juga mengalami deregulasi besar-besaran adalah telekomunikasi. Dulu, layanan telepon itu didominasi oleh satu perusahaan negara. Setelah deregulasi, muncullah banyak perusahaan penyedia layanan telepon baru, yang akhirnya memicu persaingan dan inovasi, termasuk munculnya telepon seluler dan internet seperti yang kita kenal sekarang.

    Di Inggris, kebijakan yang serupa juga diterapkan oleh Perdana Menteri Margaret Thatcher. Dia gencar melakukan privatisasi perusahaan-perusahaan milik negara dan mengurangi regulasi di berbagai sektor. Tujuannya sama, yaitu untuk meningkatkan efisiensi, mendorong persaingan, dan mengurangi campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Inggris juga melihat adanya peningkatan aktivitas ekonomi dan pertumbuhan setelah kebijakan deregulasi ini diterapkan.

    Kenapa sih periode ini jadi penting banget buat deregulasi? Ada beberapa faktor pemicunya. Pertama, krisis ekonomi yang melanda di awal tahun 1970-an membuat banyak orang mempertanyakan efektivitas kebijakan ekonomi yang ada. Kedua, munculnya pemikiran ekonomi baru yang menekankan pentingnya pasar bebas dan peran minimal pemerintah dalam perekonomian. Para ekonom seperti Milton Friedman dari Universitas Chicago menjadi sangat berpengaruh dalam mempromosikan ide-ide ini. Mereka berargumen bahwa pasar yang bebas akan menghasilkan alokasi sumber daya yang lebih efisien dan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Ketiga, kemajuan teknologi juga memainkan peran. Munculnya teknologi baru seringkali nggak sesuai dengan kerangka regulasi yang lama, sehingga deregulasi diperlukan untuk memfasilitasi adopsi teknologi tersebut. Sejarah deregulasi menunjukkan pergeseran paradigma dari ekonomi yang sangat diatur menuju ekonomi yang lebih terbuka dan berorientasi pasar. Meski begitu, perlu diingat juga bahwa dampak deregulasi ini nggak selalu positif secara instan dan kadang-kadang memerlukan penyesuaian. Ada juga kritik yang menyatakan bahwa deregulasi yang terlalu agresif bisa menyebabkan ketidaksetaraan, krisis keuangan, dan masalah lingkungan.

    Jenis-Jenis Deregulasi

    Nah, guys, deregulasi itu ternyata nggak cuma satu jenis, lho. Ada beberapa cara pemerintah bisa melakukan deregulasi, tergantung pada sektor mana yang mau diatur ulang dan tujuan spesifiknya. Memahami jenis-jenis deregulasi ini penting biar kita bisa lebih jelas melihat bagaimana kebijakan ini diterapkan di lapangan. Yuk, kita bedah beberapa jenisnya:

    1. Deregulasi Sektoral

    Ini adalah jenis deregulasi yang paling umum dan paling sering kita dengar. Deregulasi sektoral fokus pada satu atau beberapa sektor ekonomi tertentu. Tujuannya adalah untuk menghilangkan atau mengurangi hambatan regulasi yang spesifik di sektor tersebut. Contohnya yang paling sering kita dengar adalah deregulasi di sektor:

    • Transportasi: Dulu, perusahaan angkutan umum seperti bus atau kereta api itu rute dan tarifnya diatur banget. Dengan deregulasi, mereka jadi lebih bebas menentukan rute mana yang mau dilayani dan berapa tarifnya. Ini bisa memicu munculnya lebih banyak perusahaan baru dan pilihan yang lebih beragam buat konsumen. Kita bisa lihat contohnya di industri penerbangan yang tadi udah dibahas.
    • Telekomunikasi: Ini juga contoh klasik. Dulu, cuma ada satu perusahaan monopoli yang ngasih layanan telepon. Setelah deregulasi, banyak perusahaan baru bermunculan, nawarin berbagai macam layanan internet, telepon rumah, dan seluler dengan harga bersaing. Inovasi jadi makin kenceng gara-gara ini.
    • Energi: Deregulasi di sektor energi bisa berarti membuka pasar listrik atau gas ke lebih banyak penyedia, nggak cuma satu perusahaan negara. Ini bisa bikin harga lebih kompetitif dan mendorong penggunaan energi terbarukan.
    • Keuangan: Sektor keuangan juga sering mengalami deregulasi, misalnya pelonggaran aturan tentang jenis produk keuangan yang bisa ditawarkan bank, atau aturan tentang merger antar lembaga keuangan. Tujuannya biasanya untuk meningkatkan efisiensi dan persaingan di industri perbankan dan investasi.

    2. Deregulasi Kebijakan Usaha

    Jenis deregulasi ini lebih luas dan nggak spesifik ke satu sektor. Deregulasi kebijakan usaha itu fokus pada aturan-aturan umum yang berlaku untuk semua jenis bisnis. Tujuannya adalah untuk menciptakan iklim bisnis yang lebih kondusif secara keseluruhan.

    Contohnya meliputi:

    • Penyederhanaan Perizinan Usaha: Ini nih yang sering bikin pusing pengusaha. Deregulasi di sini berarti ngurangin jumlah izin yang harus diurus, mempersingkat waktu pengurusan, atau bahkan mengalihkannya ke sistem online yang lebih mudah. Bayangin aja kalau mau buka usaha aja harus ngurus puluhan izin, kan repot. Dengan penyederhanaan, prosesnya jadi lebih cepat dan murah.
    • Pelonggaran Aturan Ketenagakerjaan: Kadang-kadang, aturan tentang jam kerja, kontrak kerja, atau pesangon bisa jadi cukup rumit. Deregulasi di sini bisa berarti membuat aturan-aturan tersebut lebih fleksibel, meskipun harus tetap memperhatikan hak-hak dasar pekerja.
    • Penyederhanaan Aturan Pajak: Sistem perpajakan yang rumit bisa jadi beban tersendiri. Deregulasi bisa berupa penyederhanaan tarif, pelaporan pajak, atau pemberian insentif pajak tertentu untuk mendorong investasi.

    3. Deregulasi Pasar Modal

    Ini adalah jenis deregulasi yang spesifik untuk pasar modal atau bursa saham. Tujuannya adalah untuk membuat pasar modal lebih likuid, efisien, dan menarik bagi investor.

    Contohnya:

    • Mempermudah Perusahaan untuk Go Public: Mengurangi persyaratan bagi perusahaan untuk bisa mencatatkan sahamnya di bursa efek. Ini bisa mendorong lebih banyak perusahaan untuk mendapatkan pendanaan dari pasar modal.
    • Membuka Akses bagi Investor Asing: Melonggarkan aturan agar investor asing lebih mudah berinvestasi di pasar modal domestik.
    • Memperkenalkan Produk Investasi Baru: Mengizinkan perdagangan produk-produk investasi yang lebih beragam, seperti derivatif atau reksa dana yang lebih kompleks.

    Setiap jenis deregulasi ini punya target dan dampak yang berbeda-beda. Yang penting, setiap kebijakan deregulasi harus dirancang dengan cermat agar manfaatnya lebih besar daripada risikonya, guys. Nggak mau kan, gara-gara deregulasi malah bikin masalah baru?

    Contoh-Contoh Nyata Deregulasi

    Biar makin kebayang apa itu deregulasi dan contohnya, mari kita lihat beberapa kasus nyata yang mungkin udah sering kalian dengar atau bahkan rasakan dampaknya. Kebijakan deregulasi ini bisa terjadi di berbagai negara dan berbagai sektor. Ini dia beberapa contohnya yang paling mencolok:

    1. Deregulasi Industri Penerbangan di Amerika Serikat

    Ini adalah salah satu contoh deregulasi yang paling legendaris. Dulu, sebelum tahun 1978, industri penerbangan di AS itu diatur ketat oleh Civil Aeronautics Board (CAB). CAB menentukan rute mana yang boleh dilayani maskapai, berapa tarif tiketnya, dan bahkan jenis pesawat apa yang boleh digunakan. Hasilnya, persaingan jadi minim, tarif cenderung mahal, dan inovasi jadi lambat. Nah, setelah Airline Deregulation Act tahun 1978, CAB dibubarkan dan maskapai jadi lebih bebas beroperasi. Konsekuensinya, muncul banyak maskapai baru, rute-rute penerbangan jadi lebih banyak, dan tarif jadi lebih kompetitif. Ini bener-bener ngubah cara orang bepergian pakai pesawat. Kalau dulu naik pesawat itu barang mewah, sekarang jadi lebih terjangkau buat banyak orang.

    2. Deregulasi Sektor Telekomunikasi di Berbagai Negara

    Kita semua pasti merasakan dampak dari deregulasi telekomunikasi. Dulu, di banyak negara, layanan telepon itu monopoli perusahaan negara. Mau pasang telepon rumah aja butuh waktu lama dan biaya mahal. Nah, ketika pemerintah mulai melonggarkan aturan, muncullah banyak perusahaan swasta yang menawarkan layanan telepon, internet, dan kemudian telepon seluler. Persaingan yang ketat ini mendorong inovasi pesat. Dari yang tadinya cuma bisa telepon suara, sekarang kita bisa internetan super cepat, video call, streaming, bahkan sampai punya smartphone canggih. Ini bukti nyata gimana deregulasi bisa memicu perkembangan teknologi dan memberikan banyak pilihan buat konsumen.

    3. Kebijakan Paket Deregulasi Ekonomi di Indonesia

    Indonesia juga nggak ketinggalan dalam menerapkan deregulasi, lho. Sejak era Orde Baru, pemerintah sering mengeluarkan paket-paket kebijakan ekonomi yang salah satunya berisi deregulasi. Tujuannya untuk menyederhanakan prosedur bisnis, menarik investor, dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional. Contoh konkretnya adalah:

    • Penyederhanaan Izin Usaha: Dulu, untuk mendirikan perusahaan atau membuka usaha, proses perizinannya bisa sangat panjang dan rumit. Melalui paket deregulasi, pemerintah berupaya memangkas birokrasi, mempercepat proses perizinan, bahkan menciptakan sistem perizinan terpadu (satu atap) atau online.
    • Pelonggaran Aturan Investasi: Pemerintah seringkali melonggarkan aturan kepemilikan asing dalam suatu perusahaan atau sektor tertentu untuk menarik investor luar negeri. Misalnya, sebelumnya ada batasan berapa persen saham perusahaan lokal yang boleh dimiliki investor asing, aturan ini kemudian dilonggarkan di beberapa sektor.
    • Deregulasi Sektor Keuangan: Ada upaya deregulasi di sektor perbankan dan pasar modal untuk meningkatkan efisiensi dan persaingan. Misalnya, memberikan keleluasaan lebih bagi bank untuk mengembangkan produk atau layanan baru.

    4. Deregulasi Pasar Tenaga Kerja di Beberapa Negara Eropa

    Beberapa negara di Eropa, yang tadinya punya aturan ketenagakerjaan yang sangat ketat dan kaku, mulai melakukan deregulasi pasar tenaga kerja. Tujuannya adalah untuk membuat pasar kerja lebih fleksibel, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan ekonomi. Fleksibilitas ini bisa berarti kemudahan bagi perusahaan untuk merekrut atau memberhentikan karyawan dalam kondisi tertentu, atau penyesuaian aturan mengenai jam kerja.

    Meski kadang menuai kontroversi karena kekhawatiran terhadap hak-hak pekerja, deregulasi pasar tenaga kerja di beberapa tempat diklaim berhasil menciptakan lebih banyak lapangan kerja baru dan mengurangi tingkat pengangguran struktural. Tentu saja, implementasinya harus diimbangi dengan jaring pengaman sosial yang memadai.

    Contoh-contoh ini menunjukkan betapa luasnya penerapan deregulasi dan bagaimana kebijakan ini bisa menyentuh berbagai aspek kehidupan kita, mulai dari harga tiket pesawat, biaya internet, sampai kemudahan membuka usaha. Penting untuk diingat, setiap kebijakan deregulasi perlu dievaluasi dampaknya secara berkala agar manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat luas.

    Dampak Positif dan Negatif Deregulasi

    Setiap kebijakan pasti punya dua sisi mata uang, guys. Begitu juga dengan deregulasi. Ada banyak manfaat yang bisa kita rasakan, tapi nggak bisa dipungkiri juga ada potensi dampak negatif yang perlu kita waspadai. Penting banget nih buat kita ngerti kedua sisi ini biar bisa punya pandangan yang lebih seimbang.

    Dampak Positif Deregulasi

    Mari kita mulai dari sisi baiknya. Kalau deregulasi ini diterapkan dengan benar, dampaknya bisa positif banget buat ekonomi dan masyarakat. Apa aja sih?

    1. Meningkatkan Efisiensi dan Produktivitas: Dengan menghilangkan aturan-aturan yang nggak perlu atau tumpang tindih, perusahaan bisa beroperasi lebih efisien. Proses bisnis jadi lebih cepat, biaya produksi turun, dan sumber daya bisa dialokasikan ke hal yang lebih produktif. Bayangin aja kalau nggak perlu lagi ngurus setumpuk dokumen yang sama berkali-kali, kan waktu dan tenaga jadi lebih hemat. Efisiensi ini pada akhirnya bisa bikin harga barang dan jasa jadi lebih murah buat kita, para konsumen.
    2. Mendorong Inovasi dan Perkembangan Teknologi: Regulasi yang terlalu kaku seringkali jadi penghambat inovasi. Nah, deregulasi itu membuka ruang buat ide-ide baru, teknologi baru, dan model bisnis baru buat berkembang. Persaingan yang lebih ketat gara-gara deregulasi juga memaksa perusahaan buat terus berinovasi biar bisa bertahan dan unggul. Kita lihat aja gimana pesatnya perkembangan di industri telekomunikasi atau teknologi finansial (fintech) setelah ada pelonggaran aturan.
    3. Meningkatkan Persaingan dan Pilihan Konsumen: Kalau dulu suatu industri didominasi sama satu atau dua pemain besar karena aturan yang bikin susah buat pemain baru masuk, deregulasi bisa ngubah itu. Pintu jadi lebih terbuka buat pemain baru, persaingan jadi lebih sehat. Efeknya? Kita sebagai konsumen punya lebih banyak pilihan produk atau jasa, dan kualitasnya cenderung meningkat karena perusahaan berlomba-lomba memberikan yang terbaik.
    4. Menarik Investasi dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi: Lingkungan bisnis yang lebih mudah, efisien, dan kompetitif tentu lebih menarik bagi investor, baik domestik maupun asing. Dengan masuknya investasi, penciptaan lapangan kerja bisa meningkat, dan ekonomi negara pun bisa tumbuh lebih pesat. Ini kayak ngasih sinyal positif ke dunia luar kalau negara ini ramah terhadap bisnis.
    5. Mengurangi Korupsi dan Birokrasi: Aturan yang rumit dan tumpang tindih seringkali jadi lahan subur buat praktik korupsi dan birokrasi yang berbelit. Dengan menyederhanakan dan menghilangkan regulasi yang nggak perlu, potensi terjadinya pungli atau praktik KKN bisa dikurangi.

    Dampak Negatif Deregulasi

    Nah, sekarang kita lihat sisi lainnya. Kalau deregulasi nggak dikelola dengan baik atau terlalu ekstrem, dampaknya bisa merugikan. Apa aja tuh?

    1. Potensi Munculnya Monopoli atau Oligopoli Baru: Ironisnya, kadang deregulasi justru bisa memicu terbentuknya monopoli baru. Perusahaan besar yang punya modal kuat bisa jadi lebih diuntungkan dan akhirnya malah mendominasi pasar, menggilas pemain kecil. Ini bisa terjadi kalau persaingan yang tercipta nggak bener-bener adil atau kalau nggak ada pengawasan yang cukup.
    2. Risiko Terhadap Keamanan, Kualitas, dan Lingkungan: Kalau tujuan utama deregulasi adalah menekan biaya, ada kemungkinan perusahaan mengurangi standar keamanan, kualitas produk, atau bahkan mengabaikan dampak lingkungan. Misalnya, di sektor makanan, kalau regulasi soal kebersihan dan keamanan pangan dilonggarkan, bisa aja ada produk yang nggak aman dikonsumsi. Atau di industri tambang, pelonggaran aturan lingkungan bisa berdampak buruk pada ekosistem.
    3. Ketidakstabilan Pasar Keuangan: Deregulasi di sektor keuangan, kalau nggak hati-hati, bisa meningkatkan risiko krisis. Pelonggaran aturan main di pasar modal atau perbankan bisa memicu praktik-praktik berisiko tinggi yang ujung-ujungnya bisa bikin pasar jadi nggak stabil. Krisis finansial global tahun 2008 seringkali dikaitkan dengan deregulasi yang berlebihan di sektor keuangan.
    4. Potensi Kerugian bagi Pekerja: Dalam upaya meningkatkan efisiensi, perusahaan mungkin melakukan efisiensi tenaga kerja, yang bisa berarti PHK atau penggunaan tenaga kerja kontrak yang lebih banyak dengan jaminan yang lebih sedikit. Pasar tenaga kerja yang terlalu fleksibel bisa membuat pekerja rentan terhadap ketidakpastian.
    5. Meningkatnya Ketimpangan: Dampak deregulasi bisa jadi nggak merata. Pihak-pihak yang punya akses dan modal lebih besar cenderung lebih diuntungkan, sementara kelompok yang lebih lemah bisa tertinggal. Hal ini bisa memperlebar jurang ketimpangan ekonomi dan sosial.

    Jadi, kesimpulannya, deregulasi itu kayak pisau bermata dua. Bisa jadi alat yang ampuh buat memajukan ekonomi, tapi juga bisa jadi sumber masalah kalau nggak diatur dan diawasi dengan benar. Perlu keseimbangan yang tepat antara memberikan kebebasan berusaha dan memastikan kepentingan publik tetap terlindungi. Penting buat pemerintah buat terus memantau dan mengevaluasi dampak deregulasi agar manfaatnya maksimal dan risikonya bisa diminimalkan.

    Tantangan dalam Penerapan Deregulasi

    Penerapan deregulasi itu nggak selalu mulus, guys. Ada aja tantangan-tantangan yang harus dihadapi, baik oleh pemerintah maupun pelaku usaha. Memahami tantangan ini penting biar kita ngerti kenapa kadang deregulasi itu butuh waktu lama atau kenapa hasilnya nggak selalu sesuai harapan. Yuk, kita bongkar beberapa tantangan utamanya:

    1. Resistensi dari Pihak yang Berkepentingan (Lobbying)

    Ini nih salah satu tantangan terbesar. Setiap kali pemerintah mau ngeluarin kebijakan deregulasi, pasti ada aja pihak-pihak yang merasa kepentingannya terancam. Misalnya, perusahaan besar yang selama ini menikmati keuntungan dari regulasi yang ada, atau serikat pekerja yang khawatir kehilangan hak-haknya. Mereka ini biasanya akan melobi pemerintah dengan keras, baik secara terbuka maupun tertutup, biar kebijakan deregulasi itu nggak jadi dilaksanakan atau setidaknya dilemahkan. Tekanan dari kelompok-kelompok ini bisa bikin proses pembuatan kebijakan jadi alot dan bahkan mandek.

    2. Kurangnya Kapasitas dan Pengetahuan Regulator

    Kadang-kadang, para pembuat kebijakan atau regulator itu sendiri belum punya pemahaman yang cukup mendalam tentang sektor yang akan dideregulasi. Mereka mungkin nggak ngerti betul gimana kompleksnya industri tersebut, apa aja implikasi dari setiap perubahan regulasi, atau bagaimana cara mengawasi pasar yang lebih terbuka. Kalau regulatornya kurang kompeten, mereka bisa aja salah mengambil keputusan yang malah bikin masalah baru, atau malah nggak bisa mengawasi pasar dengan baik setelah regulasi dilonggarkan.

    3. Risiko