- Gaji dan Upah: Ini adalah jenis penghasilan yang paling umum dan paling banyak dikenakan PPh non-final. Gaji dan upah yang diterima oleh karyawan setiap bulan akan dipotong PPh Pasal 21, yang merupakan PPh non-final. Besaran PPh yang dipotong akan disesuaikan dengan besaran gaji, status perkawinan, dan jumlah tanggungan karyawan.
- Honorarium: Honorarium adalah imbalan yang diberikan kepada seseorang atas jasa atau pekerjaan yang dilakukannya. Contohnya, honorarium yang diterima oleh konsultan, pembicara seminar, atau pengajar pelatihan. Honorarium juga dikenakan PPh non-final dan akan dipotong oleh pihak yang memberikan honorarium.
- Penghasilan dari Usaha: Penghasilan yang diperoleh dari kegiatan usaha, baik usaha dagang, jasa, maupun industri, juga termasuk dalam kategori PPh non-final. Penghasilan ini akan dikenakan PPh Pasal 25, yang merupakan angsuran PPh yang harus dibayar setiap bulan. Pada akhir tahun, penghasilan dari usaha ini akan dihitung kembali untuk menentukan PPh terutang yang sebenarnya.
- Penghasilan dari Pekerjaan Bebas: Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga ahli atau profesional yang tidak terikat hubungan kerja dengan pihak lain. Contohnya, penghasilan yang diterima oleh dokter, pengacara, akuntan, atau arsitek. Penghasilan dari pekerjaan bebas juga dikenakan PPh non-final dan harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.
- Dividen: Dividen adalah bagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Dividen yang diterima oleh pemegang saham orang pribadi dikenakan PPh non-final sebesar 10%. Namun, dividen yang diterima oleh badan usaha dalam negeri tidak dikenakan PPh, asalkan memenuhi persyaratan tertentu.
- Bunga: Bunga adalah imbalan yang diterima atas pinjaman uang atau penanaman modal. Bunga yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dikenakan PPh non-final sebesar 15%. Namun, bunga deposito dan tabungan tertentu dapat dikenakan PPh final dengan tarif yang berbeda.
- Hitung Penghasilan Bruto: Penghasilan bruto adalah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam satu tahun pajak, baik dari dalam maupun luar negeri. Penghasilan bruto ini meliputi gaji, upah, honorarium, penghasilan dari usaha, penghasilan dari pekerjaan bebas, dividen, bunga, dan lain-lain.
- Kurangkan dengan Biaya-Biaya yang Diperbolehkan: Biaya-biaya yang diperbolehkan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya-biaya yang terkait langsung dengan kegiatan untuk menghasilkan, mendapatkan, memelihara, atau meningkatkan penghasilan. Contohnya, biaya jabatan, biaya pensiun, iuran BPJS Ketenagakerjaan, biaya operasional usaha, biaya penyusutan aset, dan lain-lain. Daftar biaya yang diperbolehkan ini diatur secara rinci dalam undang-undang perpajakan.
- Hitung Penghasilan Neto: Penghasilan neto adalah selisih antara penghasilan bruto dan biaya-biaya yang diperbolehkan. Penghasilan neto ini merupakan dasar untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP).
- Kurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP): PTKP adalah jumlah penghasilan yang tidak dikenakan pajak. Besaran PTKP ini berbeda-beda tergantung pada status perkawinan dan jumlah tanggungan wajib pajak. PTKP ini berfungsi untuk memberikan keringanan pajak kepada wajib pajak yang memiliki penghasilan terbatas.
- Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP): PKP adalah selisih antara penghasilan neto dan PTKP. PKP ini merupakan dasar untuk menghitung PPh terutang.
Pajak Penghasilan (PPh) adalah salah satu sumber pendapatan negara yang krusial. Dalam sistem perpajakan Indonesia, terdapat berbagai jenis PPh, salah satunya adalah PPh non-final. Buat kalian yang masih bingung atau baru pertama kali denger istilah ini, tenang aja! Artikel ini bakal ngebahas tuntas tentang penghasilan kena pajak PPh non-final. Kita akan kupas secara mendalam mulai dari pengertian, jenis-jenis penghasilan yang termasuk di dalamnya, cara perhitungannya, hingga contoh-contohnya. Jadi, simak baik-baik ya!
Memahami Penghasilan Kena Pajak PPh Non-Final
Penghasilan Kena Pajak (PKP) merupakan dasar perhitungan pajak penghasilan. Secara sederhana, PKP adalah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperbolehkan oleh undang-undang perpajakan. Nah, PPh non-final ini dikenakan atas jenis penghasilan tertentu yang tidak bersifat final. Artinya, pajak yang telah dipotong atau dibayar atas penghasilan tersebut masih dapat dikreditkan atau diperhitungkan kembali pada saat pelaporan SPT Tahunan PPh. Hal ini berbeda dengan PPh final, di mana pajak yang telah dipotong bersifat final dan tidak dapat dikreditkan lagi.
Guys, penting untuk memahami perbedaan antara PPh final dan non-final. PPh final biasanya dikenakan atas penghasilan yang bersifat sekali terima atau tidak berkesinambungan, seperti hadiah undian atau transaksi penjualan saham di bursa efek. Sementara itu, PPh non-final umumnya dikenakan atas penghasilan yang bersifat rutin atau berkesinambungan, seperti gaji, honorarium, atau penghasilan dari usaha. Dengan memahami perbedaan ini, kalian bisa lebih tepat dalam menghitung dan melaporkan pajak penghasilan kalian.
Dalam konteks yang lebih luas, pemahaman tentang PPh non-final sangat penting bagi wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan usaha. Dengan memahami aturan dan ketentuan yang berlaku, wajib pajak dapat menghindari kesalahan dalam perhitungan dan pelaporan pajak, serta meminimalkan risiko terkena sanksi atau denda dari otoritas pajak. Selain itu, pemahaman yang baik tentang PPh non-final juga dapat membantu wajib pajak dalam mengoptimalkan perencanaan pajak mereka, sehingga dapat mengurangi beban pajak yang harus dibayar secara legal dan efisien. Jadi, jangan anggap remeh ya!
Jenis-Jenis Penghasilan yang Termasuk PPh Non-Final
Sekarang, mari kita bahas jenis-jenis penghasilan apa saja yang termasuk dalam kategori PPh non-final. Dengan mengetahui jenis-jenis penghasilan ini, kalian bisa lebih mudah mengidentifikasi apakah penghasilan yang kalian terima termasuk PPh non-final atau bukan.
Penting untuk dicatat: Daftar di atas hanyalah beberapa contoh jenis penghasilan yang termasuk dalam kategori PPh non-final. Masih banyak jenis penghasilan lain yang juga dikenakan PPh non-final, tergantung pada karakteristik dan sumber penghasilan tersebut. Untuk memastikan apakah suatu jenis penghasilan termasuk PPh non-final atau bukan, sebaiknya kalian berkonsultasi dengan ahli pajak atau membaca peraturan perpajakan yang berlaku.
Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak PPh Non-Final
Setelah mengetahui jenis-jenis penghasilan yang termasuk PPh non-final, sekarang kita akan membahas cara menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP) PPh non-final. Perhitungan PKP ini merupakan langkah penting untuk menentukan besaran PPh yang harus dibayar atau dikreditkan.
Secara umum, perhitungan PKP PPh non-final dilakukan dengan cara mengurangkan penghasilan bruto dengan biaya-biaya yang diperbolehkan oleh undang-undang perpajakan. Berikut adalah langkah-langkahnya:
Rumus Perhitungan PKP PPh Non-Final:
PKP = (Penghasilan Bruto - Biaya-Biaya yang Diperbolehkan) - PTKP
Setelah mendapatkan PKP, kalian dapat menghitung PPh terutang dengan menggunakan tarif PPh yang berlaku. Tarif PPh ini berbeda-beda tergantung pada lapisan penghasilan wajib pajak. Untuk wajib pajak orang pribadi, tarif PPh progresif yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut:
- Lapisan Penghasilan sampai dengan Rp60.000.000: Tarif 5%
- Lapisan Penghasilan di atas Rp60.000.000 sampai dengan Rp250.000.000: Tarif 15%
- Lapisan Penghasilan di atas Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.000: Tarif 25%
- Lapisan Penghasilan di atas Rp500.000.000 sampai dengan Rp5.000.000.000: Tarif 30%
- Lapisan Penghasilan di atas Rp5.000.000.000: Tarif 35%
Contoh Perhitungan PPh Non-Final
Biar lebih jelas, yuk kita lihat contoh perhitungan PPh non-final berikut ini:
Contoh 1: Karyawan dengan Gaji Bulanan
Budi adalah seorang karyawan dengan gaji bulanan Rp10.000.000. Budi memiliki status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan. Biaya jabatan yang diperbolehkan adalah 5% dari gaji bruto, maksimal Rp500.000 per bulan. Iuran BPJS Ketenagakerjaan yang dibayar Budi adalah Rp200.000 per bulan.
Perhitungan:
- Gaji Bruto: Rp10.000.000
- Biaya Jabatan: 5% x Rp10.000.000 = Rp500.000
- Iuran BPJS Ketenagakerjaan: Rp200.000
- Penghasilan Neto Bulanan: Rp10.000.000 - Rp500.000 - Rp200.000 = Rp9.300.000
- Penghasilan Neto Tahunan: Rp9.300.000 x 12 = Rp111.600.000
- PTKP (TK/0): Rp54.000.000
- PKP: Rp111.600.000 - Rp54.000.000 = Rp57.600.000
- PPh Terutang: 5% x Rp57.600.000 = Rp2.880.000
- PPh yang Dipotong Setiap Bulan: Rp2.880.000 / 12 = Rp240.000
Jadi, PPh Pasal 21 yang dipotong dari gaji Budi setiap bulan adalah Rp240.000. PPh ini merupakan PPh non-final dan akan diperhitungkan kembali pada saat pelaporan SPT Tahunan PPh.
Contoh 2: Pengusaha dengan Penghasilan dari Usaha
Siti adalah seorang pengusaha yang memiliki toko kelontong. Selama tahun 2023, Siti memperoleh penghasilan bruto dari usahanya sebesar Rp300.000.000. Biaya operasional yang dikeluarkan Siti selama tahun tersebut adalah Rp100.000.000. Siti memiliki status menikah dan memiliki 2 orang anak.
Perhitungan:
- Penghasilan Bruto: Rp300.000.000
- Biaya Operasional: Rp100.000.000
- Penghasilan Neto: Rp300.000.000 - Rp100.000.000 = Rp200.000.000
- PTKP (K/2): Rp67.500.000
- PKP: Rp200.000.000 - Rp67.500.000 = Rp132.500.000
- PPh Terutang:
- 5% x Rp60.000.000 = Rp3.000.000
- 15% x (Rp132.500.000 - Rp60.000.000) = 15% x Rp72.500.000 = Rp10.875.000
- Total PPh Terutang = Rp3.000.000 + Rp10.875.000 = Rp13.875.000
Siti harus membayar PPh Pasal 25 setiap bulan sebesar Rp13.875.000 / 12 = Rp1.156.250. PPh ini merupakan PPh non-final dan akan diperhitungkan kembali pada saat pelaporan SPT Tahunan PPh.
Tips Mengelola PPh Non-Final dengan Baik
- Catat Semua Penghasilan dan Biaya: Pastikan kalian mencatat semua penghasilan yang diterima dan biaya yang dikeluarkan secara rapi dan terperinci. Hal ini akan memudahkan kalian dalam menghitung PKP dan PPh terutang.
- Simpan Bukti-Bukti Pembayaran: Simpan semua bukti pembayaran pajak, seperti bukti potong PPh Pasal 21, bukti setor PPh Pasal 25, dan lain-lain. Bukti-bukti ini akan diperlukan pada saat pelaporan SPT Tahunan PPh.
- Laporkan SPT Tahunan dengan Benar dan Tepat Waktu: Laporkan SPT Tahunan PPh kalian dengan benar dan tepat waktu. Jangan sampai ada penghasilan yang tidak dilaporkan atau biaya yang tidak sesuai dengan ketentuan. Keterlambatan atau kesalahan dalam pelaporan SPT dapat dikenakan sanksi atau denda.
- Konsultasi dengan Ahli Pajak: Jika kalian merasa kesulitan atau kurang yakin dalam menghitung dan melaporkan PPh non-final, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan ahli pajak. Ahli pajak dapat memberikan saran dan solusi yang tepat sesuai dengan situasi kalian.
Kesimpulan
Penghasilan Kena Pajak (PKP) PPh non-final adalah dasar perhitungan pajak penghasilan yang penting untuk dipahami oleh setiap wajib pajak. Dengan memahami jenis-jenis penghasilan yang termasuk di dalamnya, cara perhitungannya, dan tips pengelolaannya, kalian dapat meminimalkan risiko kesalahan dan mengoptimalkan perencanaan pajak kalian. Jangan lupa untuk selalu mencatat semua transaksi keuangan kalian dengan rapi, menyimpan bukti-bukti pembayaran pajak, dan melaporkan SPT Tahunan PPh dengan benar dan tepat waktu. So, tunggu apa lagi? Yuk, kelola PPh non-final kalian dengan baik dan jadilah wajib pajak yang taat!
Lastest News
-
-
Related News
Memahami Dan Memperbaiki Pipa Besi: Panduan Lengkap
Jhon Lennon - Oct 23, 2025 51 Views -
Related News
Waaqeffannaa Afaan Oromoo: Seenaa, Amantaa Fi Barbaachisummaa
Jhon Lennon - Nov 17, 2025 61 Views -
Related News
OSCTHESC: The Longest Story Ever? (Class 3 Edition)
Jhon Lennon - Oct 29, 2025 51 Views -
Related News
Willem Soeryadjaya: The Story Of Astra International's Founder
Jhon Lennon - Oct 23, 2025 62 Views -
Related News
Apa Itu Hustlers? Panduan Lengkap 2024
Jhon Lennon - Oct 23, 2025 38 Views